Jendela Kaca Timah
Jendela Kaca Timah
Jendela bukan sekadar bukaan pada dinding rumah atau gedung yang memungkinkan cahaya dan udara masuk ke ruangan dan orang bisa melempar pandang ke pekarangan.
Pada awal sejarahnya, jendela tak lebih dari sebuah lubang oval atau kotak kecil pada dinding. Lubang itu umumnya hanya ditutup dengan tirai kain atau lempeng kayu. Sesuai kemajuan pengetahuan dan kemampuan teknik yang dicapai manusia, lalu diciptakan berbagai jenis jendela yang memungkinkan cahaya, tetapi tidak udara, merasuki ruang bangunan. Ragamnya yang hingga kini kita kenal, antara lain, jendela kaca berbingkai yang menggabungkan keping-keping kaca dengan timah atau yang kini kita kenal sebagai kaca patri, jendela kertas, tanduk binatang yang ditipiskan hingga tembus cahaya, dan pelat logam berlapis potongan tipis marmer.
Jendela kaca berbingkai menjadi pilihan utama orang-orang Eropa. Bukti adanya jendela kaca ditemukan di Italia sekitar 3000 tahun lalu. Gereja-gereja tradisional pun, sebagaimana kita tahu, memakai jendela kaca. Di Inggris, pada awal abad ke-17, kaca digunakan di rumah-rumah orang biasa. Menggantikan jendela dari panel tanduk binatang yang ditipiskan, yang digunakan sejak abad ke-14 di Northern Britain. Jendela kertas yang lebih ekonomis secara luas digunakan di Tiongkok dan Jepang. Jendela zaman modern biasanya berupa empat persegi panjang atau bujur sangkar besar dengan permukaan kaca, kadang membentang dari lantai hingga ke langit-langit, baru bisa diciptakan ketika industri kaca berhasil menyempurnakan proses produksinya.
Dalam kosakata Inggris, kita kenal kata yang semakna dengan jendela, yakni window. Kata itu sejatinya berasal dari bahasa Norse Kuno, vindauga, dari vindr (angin) dan auga (mata). Konon, sebutan vindauga sampai kini masih digunakan di Icelandic, juga di beberapa dialek Norwegia yang artinya sama dengan window. Window kali pertama dicatat pada awal abad ke-13 dan mulanya mengacu pada lubang tidak berkaca di atap rumah.
Kata window menggeser kata Inggris lama eagþyrl, yang secara literer berarti "lubang mata" dan eagduru, "mata pintu". Dalam bahasa Jerman terdapat kata fenster dan bahasa Swedish punya fönster; keduanya diadopsi dari kata Latin fenestra yang berarti jendela berkaca. Dalam bahasa Inggris, kata fenester digunakan secara paralel hingga pertengahan 1700-an dan fenestration masih dipakai untuk pengaturan jendela-jendela pada bagian depan suatu gedung. Bahasa Denmark punya kata yang mirip dengan window dalam bahasa Inggris, yaitu vindue. Kemiripan itu diduga merupakan pengaruh bahasa Denmark terhadap bahasa Inggris pada zaman Viking.
Kini kita tahu bahwa asal mula pengertian jendela sedikit berbeda dengan sejarah kegunaannya. Secara etimologi, ia berarti "mata angin", namun pada awalnya lubang pada dinding itu dimaksudkan sebagai celah bagi cahaya, bukan udara. Perkembangan bentuk dan fungsi jendela akhirnya banyak memengaruhi jendela masa kini yang sekaligus menggabungkan kedua fungsi itu, sebagai celah cahaya dan udara. Misalnya, jendela kaca yang pada bagian atasnya terdapat bouven alias angin-angin.
Kaca merupakan benda transparan yang kuat sehingga bisa dibentuk menjadi permukaan yang kuat dan licin. Kaca semula berasal dari material obsidia yang terbentuk dari lava gunung berapi. Sejak tahun 6000 hingga 5000 sebelum masehi, bangsa mesir sudah membuat kemasan barang-barang tembikar, perhiasan, dan sejumlah benda lainnya dari kaca. Sementara pada zaman Romawi bahan kaca lebih banyak digunakan untuk botol dan gelas. Kaca jendela baru dimulai pada abad kedua masehi, dan berkembang menjadi seni kaca berwarna pada abad ke-12.
Kaca dibuat dengan mencampur pasir dengan abu soda dan kapur atau dengan oksida timah. Tiga bahan dasar dicampur dengan cullet (pecahan kaca), dolomite dan saltcake, kemudian dilelehkan dalam tungku pembakaran. Panas yang sangat tinggi membuat bahan-bahan itu menyatu dan mencair.
Untuk mengubah tekstur kaca biasa, bisa dilakukan dengan campuran bahan lain yang akan mengubah ciri-cirinya. Misalnya, kaca yang dicampur dengan timah hitam akan tampak lebih berkilau. Kemudian bila ditambahkan senyawa boron akan menghasilkan produk kaca yang tahan panas dan disebut dengan pyrex. Ada juga yang menambah oksida logam untuk memberi warna pada kaca.
Terdapat beberapa cara sederhana untuk membentuk kaca:
1. Ditarik
Kaca cair yang masih panas ditarik keluar dan dilewatkan pada rol-rol yang berderet kembar dan bisa diatur jaraknya. Tebal kaca ditentukan dengan jarak rol yang diatur tadi.
2. Dituang
Kaca cair yang masih panas dituang ke wadah terbuat dari besi. Cetakan ini dapat dibentuk sesuka hati, sehingga cara ini sesuai untuk membuat kaca yang memiliki gambar/motif. Ada juga cara lain yang mirip dengan cara ini yaitu, ditiup. Dengan cara ini dapat menghasilkan bentuk yang diinginkan seperti toples, bola lampu, dan beberapa benda hiasan.
3. Diapung
Kaca cair yang masih panas dituang ke atas cairan timah, ketebalan kaca tergantung banyaknya kaca cair yang dituang. (bayangkan seperti lapisan minyak dan air yang tidak saling bercampur itu)
Selain itu ada juga cara modern yang digunakan untuk pembuatan kaca seperti kaca lapis. Yaitu merekatkan dua buah kaca dengan semacam perekat (biasanya PVB = Polyvinyl Butyral) di tengahnya. Hasilnya adalah kaca yang kuat namun tidak akan pecah berantakan ketika terkena hantaman. Kaca jenis ini biasanya digunakan pada kaca mobil.
Kaca berbeda dengan cermin. Kaca bersifat bening dan tembus pandang, sedangkan cermin adalah kaca yang dilapisi dengan campuran perak di satu sisinya, sehingga dapat memantulkan cahaya.
Referensi:
omtrie.blogspot.com
engineeringtown.com
Untuk melakukan pemesanan kaca patri, kaca inlay, atau kaca grafir, silakan hubungi kami melalui Telp / Whats App 087809255000. Atau klik ORDER.